sumber foto:alibaba.com |
Sebait Puisi dari Dusta
Tibalah hari
ini,
tanggal yang
engkau cantumkan
sebagai takdir
pertemuan kita,
di lembaran
awal
Surat merah lambang
cinta; kental
Seolah tertulis
dengan pekat
darah yang kau
ambil dari hatimu
Hingga
sebahagian orang percaya
itu pelita
bukan gulita,
meski untuk Si
buta
Malam semakin
panjang,
melipat
gandakan mimpi
Sampai dering
pagi semua gagap bersiap.
Di sisi stasiun yang kau janjikan,
semua berlalu
pelan
dibayangi kota
dan kerumunan
Sedang tiap
pasang mata menatap curiga
padaku yang
gundah
Menanti sesosok
manusia
yang pernah
dibangun kata-kata;
entah dari
timur maupun barat.
Waktu tetap
berlalu pelan
Kubentangkan
lebar-lebar
surat berdarah
sebagai pengenal,
supaya jelas
kau kenal
Mentari terus
menyusur lagi ke barat,
sedang engkau
tetap belum terlihat
Kukabarkan
semua hilang
di dalam setiap
koran dan puisi puisi kerinduan,
namun semua
tetap bisu.
Sekarang
mentari telah lama tenggelam,
setiap pasang
mata yang menatap curiga
berubah menjadi
rasa
prihatin dan
kasihan
Engkau lupa
jadi bintang
Hari ini semua
buku penuh dengan puisi menanti,
sampai lelah
dan ditutup
dengan sebait
puisi kecewa dan dusta.
Jakarta, 2019
Antara Basmalah dan Hamdalah
Kubuka hari ini
dengan basmalah
melepas rengkuh
malas yang memeras
sedang asa
tetap menyilau
di antara bait
hidup yang nyala
Kupeluk doa-doa hangat
peninggalan subuh
menjadikannya
anak tangga untuk menjamah hari
sampai tiba
sayap malam mengepak,
atau lonceng
berdentang tentang malam
Kututup hari
dengan Hamdalah
Jakarta, 2020
Kalau Semua Masih Fasih Tentangmu
Kalau malam
fasih merapal namamu
kalau sepi
fasih bercerita tentangmu
mungkin engkau
adalah puisi
yang
digadang-gadang sepasang
terlahir dari
rahim seorang perempuan
berwajah puisi
Dengan tatapan
sayu dan sepi
sebab ketika
kecil
ibunya setiap
pagi meminumkannya
kopi
Tanpa lupa ditaburi basa-basi mimpi
Lampung, 2020
Tentang Penulis
Nurdin Hidayat, sosok pemuda kelahiran Lampung. Bergiat di COMPETER dan Sanggar Tonggak. Beberapa buku karyanya yang telah terbit ialah “Setitik Cahaya di Samudra Kehidupan” (2018) dan “Cangkan Peradaban” (2019) serta beberapa puisi karyanya turut dimuat di media daring di antaranya Travesia, AkarRantingDaun, Sayap Pena, Goresantanganbangjai dan SalmahCreativeWriting. Saat ini tengah menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Penulis dapat dihubungi melalaui Instagram: @nurdin_hidayat21 atau melalui alamat email: nurdinhidayat12062000@gmail.com.
Puisi yang indah, Nurdin. Terus semangat berkarya.
BalasHapusBagus ya puisinya, teruslah berkarya Kak,
BalasHapus