| sumber foto: lukisanmaestro.blogspot.com |
Di pelabuhan Bakauheni. Aku adalah dermaga yang tak ingin menatapmu berlayar jauh. Biar kau tetap berlabuh di sini. Tak apa kuingkari tugasku sebagai tempat datang dan perginya kapal-kapal. Aku hanya ingin kau menetap di sini dan merawat seluruh rasa nyaman ini dari waktu kini ke waktu yang lain.
Di
pelabuhan Bakauheni. Tidak ada yang mampu menolak kesunyian malam-malam tak
terduga. Kendatipun purnama raya bekerja untuk menenangkan hati yang gamang.
Seakan indurasmi itu meredup, memudarkan aksara rindu. Dan sekarang kau
benar-benar telah lepas ke laut aksa. Tak meninggalkan apa-apa kecuali angin
yang melantunkan irama kesedihan.
Di
pelabuhan Bakauheni. Lambaian nyiur kini menjadi absurd dalam kemasygulan.
Ombak berdebur menggulung seluruh kenangan manis yang tak teratur. Menderaku
dalam siksa nostalgia yang tak kunjung reda. Menciptakan kekacauan di sini di
pelabuhan Bakauheuni.
Di
pelabuhan Bakauheni. Aku mencoba menulis surat kepadamu, puan yang telah hirap
dari sepasang mataku. Aku tetap berada di sini. Menyaksikan kesibukan tepi
laut. Melarung potongan-potongan sajak
yang kurangkai untukmu barangkali nanti ada waktu mengantarmu kembali ke
sini, ke dermaga Bakauheni yang tak berhenti merindukanmu.
Surungan,
November 2020
Tentang Penulis
Mohamad Adib Rifai, lahir di Demak, 8
Mei 2003. Pelajar SMKN 2 Demak. Tergabung di grup kelas puisi alit (kepul) dan
COMPETER Malang. Akun Instagram: @adb_rf karyanya tergabung dalam beberapa
antologi. Pernah menjuarai lomba menulis puisi bersama Coretan Filsuf sebagai
Juara 1, juga beberapa kali sebagai Juara favorit. Dan karyanya ada dimuat di
media online matasastra.com serta di akun Instagram @Wikipuisi,
@kelaspuisialit.

Terimakasih
BalasHapusDari pelabuhan Bakauheni bergeraklah bersama bayu, melajukan prestasi menahkodai diksi
BalasHapusBagus, dek 👍👍👍
BalasHapus