![]() |
sumber foto:roviart.com |
Kusaksikan dengan membendung air
mata
Tubuh yang pernah terbakar
di bawah sengatan mentari
Rela menghitam dan legam
Tanpa peluh yang dikeluh kesahkan
Ayah; lelaki sejati pemilik
cinta suci
Terdiam membisu
tanpa aksara,
tanpa petuah manjur yang
menghibur
Ibu memeluk erat pohon yang
hampir tumbang
diterpa badai kemalangan
Pohon yang telah dia tanam
bersama ayah
Dari biji hingga jati
yang kuat dan kokoh
Tidak!
Jangan tumbang
Aku harus menjadi tiang
penyangga rumah
Menjadi rekonstruksi jembatan bagi ibu
untuk menyebrangi panjangnya lautan asam garam
Ayah
Hiduplah dengan damai
Akan kujaga ibu dari duri-duri, kerikil,
atau bahkan tanah gembur yang mengotori kakinya
Kedua tanganku akan selalu sigap
membersihkan kaki yang penuh dengan retakan itu
Selalu siap menyiram air mawar
pada pembaringan yang
mendamaikan jiwamu
Kuala Lumpur, 2020
Reddish Altha
BIODATA PENULIS
Feridha Budiyanti, dengan nama pena Reddish Altha. Lahir pada tanggal 20 Februari di
Tegal, Jawa Tengah. Memiliki hobi travelling, membaca buku,menonton film, menulis puisi
dan cerpen. Bercita-cita menjadi seorang penulis dan guru. Saat ini bekerja di
Kuala Lumpur, Malaysia. Penulis dapat dihubungi melalui Instagram
@reddish_altha atau email feridha.budiyanti202@gmail.com.
Bagus puisinya Kak, terus semangat berkarya ya, salam dari adikmu, Madiun. Lilis Karlina.
BalasHapusFlurr Nill
BalasHapusKeren say.... Indah kata katamu menyentuh hatiku 😍😍😍